Semut Writes

Saya mau belajar menulis. Cita-cita saya adalah mengubah dunia menjadi lebih baik melalui tulisan. Blog ini adalah tempat latihan saya. Bahasa Indonesia dan Inggris akan dipakai disini.

I'm learning to write. I do want to be a good writer and through writing I hope to change people for the better. This blog is my writing training ground. I will use both Indonesian and English languages here.

Sabtu, 23 Februari 2008

Otakku 20': First Edition


I intend to push my writing training a little further, so I set up a plan for myself, called Otakku 20' (My Brain 20'). This plan is about daily spending twenty minutes of my time to write something, anything. The writing will be posted here, and the languages to be used are Indonesian and English, not necessarily alternatingly.

Twenty minutes will be the approximate time starting from the time I set myself in front of a computer to write or after I have my notebook and pencil ready. But the gathering of thoughts in my mind may take place before that. After all, one the purpose of my writing is to pour out what I have to say about something while practicing my skills, rather than practicing skills as the main purpose.

During the twenty minutes, I'm free to do anything to produce a writing. However, I must remember the steps I ought to take each time I initiate to write. The first is organizing my thoughts, I should jot down the points I intend to convey, develop a flow of reasoning or style, and developing the points. This may take five to ten minutes. Secondly, I should start writing, putting those points to words, choosing the words and sentences carefully. This may take about ten minutes. Lastly, I should review what I wrote. Evaluating the points, the purpose of the article, the logical flow or the artfulness, proofreading. Also I should re-examine the choice of words and sentences. This part may take five minutes. These are just theories that presently come to my mind. I'm not sure how it would turn out later. Most likely I will allocate minimal time to review, too much time to think or write. But let's just see how it would turn out.

The forms of writing I would choose could me argumentative, narrative, expository, descriptive, even poetry (admittedly, I'm not familiar with the forms of writing). The themes could be my personal experiences, current issues, thought exercise, faith, etc.

Later, when I writing would have become a habit, maybe I would select some themes from this daily article to be developed further. Articles which I find to be interesting will be posted to my other blogs which have more familiar audiences.

Time's up. See you later!

Selasa, 05 Februari 2008

Konsumerisme dan Komponen Inesensiil Peradaban


Konsumerisme diperlukan untuk menjaga peradaban tetap berjalan seperti sekarang ini. Ini karena tidak semua komponen peradaban memiliki peran dalam mempertahankan peradaban itu sendiri. Karena itu, untuk mempertahankan diri sendiri, komponen-komponen inesensial tersebut membentuk interaksi yang seolah-olah saling membutuhkan dengan komponen-komponen esensial peradaban. Sebenarnya, komponen-komponen inesensial tidak dibutuhkan dan mereka inilah yang giat menjalankan praktek pemasaran.

Bila ditelaah lebih jauh, kita perlu melihat penyebab hal tersebut. Kepadatan penduduklah yang menyebabkan ini terjadi. Peradaban menumbuhkan populasi melebihi dari yang dibutuhkannya. Kemajuan teknologi menyebabkan tingkat ketahanan hidup dan kesuksesan reproduksi manusia meningkat. Kemudian, pertumbuhan penduduk yang ireversibel tidak terelakkan.

Mari kita mencoba menguji sisi praktisnya. Misalnya, tentang telepon seluler dengan fitur kamera. Saat ini, manusia sulit hidup tanpa telepon seluler, namun manusia bisa hidup tanpa kamera di telpon seluler mereka. Apa yang terjadi bila konsumerisme dalam hal ini ditekan, yaitu ketika manusia tidak lagi membeli telepon seluler dengan fitur kamera. Selanjutnya bagian produksi komponen kamera tersebut akan layu hingga hilang, dan para pekerjanya dikeluarkan. Setelah melalui rantai kejadian yang panjang, akan terjadi penurunan tingkat ketahanan hidup dan reproduksi dari para pekerja fitur kamera ini, yang adalah komponen inesensial. Akibatnya, sangat mungkin tingkat pertumbuhan populasi berkurang karena pekerja inesensial ini mengurangi jumlah keturunan karena tidak memiliki sumber daya untuk membesarkan anak dengan baik.

Inilah yang saya maksud. Peradaban yang kita alami adalah peradaban yang inefisien. Bila seluruh manusia diibaratkan sebagai satu superorganisme, maka superorganisme itu dapat digambarkan sebagai satu individu gemuk. Ia hidup di taman Eden, bergantung dari sumber daya yang disediakan taman tersebut. Akan tetapi ia boros. Ia menebang pohon untuk membuat mainan-mainan kayu, menghabiskan buah dan air untuk memuaskan nafsunya. Akhirnya taman itu rusak.

Solusi apa yang dapat kita terapkan? Jika saja penghuni Eden itu mau menghemat, maka taman Eden mungkin dapat kembali pulih. Jika setiap manusia mau hidup lebih efisien dan menahan nafsu materinya, bumi ini akan diselamatkan dari eksploitasi untuk kepentingan sia-sia.

Bila kita kembali ke perihal komponen-komponen inesensial dalam peradaban, mereka inilah yang pertama kali terkena dampak efisiensi. Mereka akan menganggur begitupun keluarga mereka ikut terbawa akibatnya. Mungkin akan lebih baik bila komponen inesensial ini dibiarkan menganggur dan kehidupan mereka disokong oleh kelompok esensial yang hidup efisien. Ini lebih baik daripada mereka bekerja dalam suatu produksi yang pasti berdampak negatif pada lingkungan hidup. Dengan berkata demikian, sepertinya saya berkata bahwa sistem sosialis lebih baik daripada kapitalis. Dalam sistem kapitalis, komponen yang bermodal memiliki kekuasaan mengendalikan komponen tak bermodal. Dengan kekuasaan ini, komponen bermodal menuntut komponen lain memuaskan hawa nafsu mereka dan pada saat bersamaan komponen tak bermodal berlomba-lomba mencapai kelas atas. Sebagai akibatnya, alam menjadi korban dan akhirnya manusia itu sendiri. Tapi saya tidak mengetahui seluk beluk berbagai sistem pemerintahan. Saya ignorant, tapi sepertinya sistem sosialis juga memiliki kelemahan fatal, yaitu bahwa sang penguasa, yaitu pemerintah, akan cenderung memuaskan nafsunya. Pada akhirnya peran negatif kaum bermodal pada sistem kapitalis digantikan oleh kaum pemerintahan yang tamak pada sistem sosialis.

Jadi bagaimana? Peradaban kita sekarang adalah peradaban yang merusak alam. Peradaban yang kendalikan nafsu manusia. Nafsu materiil memang adalah hakikat manusia. Kemudian bagaimana mengendalikan nafsu? Saya menjawab: iman dan nurani. Saya mengatakan kita harus kembali kepada iman yang mengendalikan nurani untuk menyelamatkan kita dari kita sendiri. Saya tidak mengajak kita untuk mengandalkan keagamaan dalam arti institusi atau kelompok. Dalam institusi seperti ini ada hirarki kekuasaan, dan karenanya rawan dipengaruhi oleh nafsu manusia.

Saya mengajak teman-teman untuk kembali ke nurani. Setiap kali temen-temen belanja ke toko, bayangin kalo temen-temen itu seorang manusia di taman Eden, dan barang-barang ditoko adalah persediaan dari alam. Ingat dalam setiap barang buatan hasil produksi manusia pasti ada dampak negarif yang ditimbulkannya. Karena itu, tanyakanlah diri temen-temen sendiri setiap mau mengambil barang yang mau dibeli itu: Apakah saya betul-betul perlu barang ini? Selamatkan bumi ini, selamatkan diri Anda sendiri.

Evaluasi : lah kok endingnya kayak gini???? Komponen esensiil inesensiilnya mana?? Komponen-komponen peradaban? Meleset jauh ya.. ga fokus.